Ciri manusia yang paling pasti adalah menua dan menuju kematian. Tanpa dapat dicegah, sebelum memasuki masa kematian, pasangan yang menikah pasti akan melalui periode/masa proses menjadi tua, melalui krisis 'usia emas', lalu mati.
Masa transisi tersebut diatas adalah masa paling tak nyaman bagi kualitas hubungan emosional pasutri (pasangan suami istri). Dalam bahasa psikologi komunikasi masa tersebut dikenal sebagai masa mid-life crisis. Tanpa terkecuali, pasutri manapun diseluruh dunia akan meliwatinya. Seperti juga halnya dengan pasangan lain yang menua, kepastian akan kematian, termasuk melewati masa mid-life crisis, juga kami alamai.
Dalam hari-hari belakangan ini kami berdua--Ikang Fawzi dan Marissa Haque-- tengah mencoba terus beradaptasi serta menjembatani kondisi 'ajaib' masa mid-life crisis ini. Karena tiba-tiba saya seakan seakan 'tidak mengenal lagi' karakter pasangan hidupku yang selama ini saya pikir telah bertransformasi menjadi seorang sahabat sejati. Ditengah 'hiruk-pikuk' suasana adopsi kami tersebut, secara bijak semampunya kami ingin melewatinya tanpa harus mengorbakna pernikahan. Usaha keras kami berdua ini juga untuk ... sejujurnya ... kami masih masih saling mencintai dan masih ingin terus mempertahankan penikahan kami yang telah masuk usia 24 tahun ini.
Mencontoh Pola Komunikasi Keluarga Pak SBY, maysarakat luas Indonesia telah lama menyaksikan keharmonisan serta kemesraan penampilan dari keduanya. Bu Ani dan Pak Beye tampak mampu terlihat optimal dalam menjalankan tugas kenegaraannya. Termasuk keharmonisan keduanya dalam hal penampilan serta komposisi warna busana.
Oleh karenanya, kami berdua--saya Marissa Haque dan suamiku Ikang Fawzi--meyakininya kebaikan dari prindip hidup keduanya yang percaya bahwa memiliki hanya dua anak saja itu cukup! Laki-laki atau perempuan sama saja, karena kedua anak keluarga Pak SBY laki-laki semua. Bella Fawzi dan Chikita Fawzi adalah kedua anak perempuan kami, keduanya perempuan. Dan tidak penting harus menambah anak laki-laki lagi.
Sehingga kalau Presiden RI sekeluarga merasa cukup hanya dengan dua anak saja. Kami berdua surprisingly juga merasakan hal yang sama.
Nah... kenapa tidak kabar baik ini kami sebar-luaskan kepada khalayak luas Indonesia.?
Info keluarga terencana, keluarga bahagia ini kami berdua sampaikan agar kedepannya masyarakat madani Indonesia mampu memiliki semangat membangun komunikasi optimal pasutri berkelanjutan selamanya.
Satu suami, satu istri, sampai mati. Sehingga... ketika masa mid-life crisis menghampiri, kita semua pasutri Indonesia tak perlu merasa cemas berlebihan sehingga mampu merencanakan menjadi tua dalam kualitas.
Allahu Akbar!